Baktiku Negeriku (2): Pulau Rhun, Banda dan Neira

Jika menengok kembali pada peta-peta lempengan tembaga dari abad ketujuh belas, pulau Rhun (Run) tertulis besar-besar memenuhi halaman dengan ukuran di luar proporsi dibanding luas sebenarnya. 

Pada masa itu, Run adalah pulau yang paling dibicarakan dan dicari di dunia. 

Sebuah tempat dengan kekayaan yang menakjubkan. Harta yang berdiri di atas tanah dan tebing-tebingnya lebih bernilai dari emas.

Genap 350 tahun sudah usia perjanjian Breda yang ditandatangani pada tanggal 31 Juli 1667 oleh Inggris, Belanda, Perancis dan Denmark-Norwegia. Kesepakatan ini mengakhiri perang Anglo-Dutch kedua. Buah kesepakatan ini antara lain bahwa Inggris menghibahkan pulau Rhun beserta sebagian jajahannya di laut Karibia, yakni Guyana Belanda atau Suriname. Sebaliknya, Belanda harus menyerahkan New Amsterdam berikut pulau Manhattan di Amerika kepada Inggris. New Amsterdam kemudian terkenal dengan nama New York.

Andrew Roberts dalam The Wall Street Journal sampai menuliskan  “New York akan memakai bahasa Belanda hingga hari ini jika pertikaian dan perebutan rampah-rempah di kepulauan ini tidak terjadi.”

Nyatanya tidak hanya pulau Rhun, pala tumbuhan yang bernilai harga tinggi di Eropa karena khasiatnya yang luar biasa itu, juga tumbuh berhampar di pulau-pulau sekitarnya: pulau Banda Besar dan Neira yang menjadi pusat pemukiman para pemilik ladang dan kebun-kebun pala yang kemudian akan terusir dari tanahnya sendiri.

Bersambung

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.